Setiap Tahun, Industri Kelautan Jepang Berburu Tenaga Kerja di Puger,
Tradisi itu berlanjut di
Sekolah Menengah Kejuruan Perikanan dan Kelautan, Kecamatan Puger,
Kabupaten Jember, Jawa Timur. Sebanyak 17 orang siswa, 12 orang pelajar
pria dan 5 pelajar perempuan, lulus seleksi yang digelar Tee Key
Corporation.
Tee Key adalah sebuah perusahaan yang merekrut tenaga kerja untuk
sektor industri perikanan dan kelautan di Jepang. Seleksi dilaksanakan
31 Januari hingga 2 Februari 2013 kemarin.
Sejak sekolah ini berdiri pada 2001, rata-rata sedikitnya tiga sampai lima orang pelajar diterima bekerja di Jepang. Tes dilakukan sebelum para pelajar kelas tiga ini lulus sekolah, dan setelah lulus mereka langsung dikontrak maganng selama tiga tahun. Pelajar laki-laki bekerja sebagai anak buah kapal penangkap ikan dengan nilai kontrak Rp 264 juta dan pelajar perempuan bekerja di perusahaan perikanan dengan nilai kontrak Rp 290 juta.
Perusahaan-perusahaan sektor perikanan dan kelautan di Jepang setiap tahun selalu mencari lulusan SMK di Indonesia. Mereka mengirimkan agen pencari kerja ke sekolah-sekolah menengah kejuruan khusus sektor tersebut. Jika mengacu anggota Forum Kerjasama SMK Perikanan dan Kelautan Indonesia, ada 72 sekolah kejuruan di seluruh negeri ini, lima di antaranya di Jawa Timur: Jember, Malang, Banyuwangi, Probolinggo, dan Trenggalek.
Kepala SMK Perikanan dan Kelautan Jember, Kuntjoro Dhiya'uddin, mengatakan, perekrut asal Jepang hanya mencari lulusan SMK Perikanan dan Kelautan. "Itu pun kompetensinya diperhatikan betul. Kalau memang di satu sekolah tidak ada yang layak, ya tidak akan diterima," katanya.
Kuntjoro menolak siswa-siswa yang diterima di Jepang ini disebut tenaga kerja Indonesia (TKI) dalam artian umum. Para siswa ini tenaga terampil dengan keahlian khusus. "Sebelum ke Jepang, selama empat bulan mereka dilatih berbagai hal, termasuk pengenalan bahasa dan budaya. Dua bulan di Jepang, mereka masih dilatih lagi. Jadi praktis enam bulan mereka menjalani pelatihan," katanya.
Mengapa perusahaan Jepang setiap tahun mencari pekerja muda dari sekolah kejuruan di Indonesia? Saya tidak berhasil mewawancarai Nobuhiro Machida, asisten manajer Tee Key Corps yang datang ke Jember untuk menyeleksi. Ia tidak mau diganggu saat sedang menyeleksi. Namun, ada nilai-nilai positif yang bisa diambil dan dipelajari dalam rekrutmen tersebut.
Pertama, ada pembelajaran alih teknologi yang diserap para alumnus SMK yang bekerja di Jepang. Alih teknologi ini penting, mengingat selama ini sektor kelautan kurang tersentuh kebijakan pemerintah. Sebagian besar pengelolaan laut yang dilakukan nelayan masih dilakukan secara tradisional, dan minim sekali intervensi pemerintah untuk melakukan pengembangan. Dari sini, pengembangan diharapkan muncul dari mereka yang telah berguru ke negeri orang.
Kedua, penghargaan Jepang terhadap kapasitas dan kompetensi angkatan kerja Indonesia di sektor kelautan dan perikanan cukup tinggi. Imam Suyono, Wakil Kepala SMK Perikanan dan Kelautan Puger, mengatakan, Jepang bisa saja mengambil tenaga kerja dari negara lain yang bisa dibayar lebih murah. Namun, perusahaan Jepang memilih datang ke Indonesia setiap tahun, dan ini pertanda bagus.
Ketiga, sistem rekrutmen mengutamakan karakter pekerja daripada keilmuan semata. Seleksi yang digelar Machida di SMK Perikanan dan Kelautan Puger tidak serumit tes masuk perguruan tinggi negeri. Sebagian besar adalah seleksi fisik, seperti mengangkat barbel, kemampuan membedakan warna, tes matematika sederhana, dan wawancara untuk mengetahui minat siswa.
Penekanan terhadap karakter dilihat dari kemauan siswa untuk bekerja keras. "Beberapa tahun lalu, saya pernah ditanyai oleh penyeleksi dari Jepang tentang seorang siswi yang suka bersuara dengan nada keras dan terkesan membentak," kata Imam.
Imam merasa si siswi bakal tak lulus. Ia lalu bercerita mengapa sang siswi cenderung bersuara keras. "Dia setiap hari saat pulang sekolah membantu orang tuanya bikin genteng. Bahkan saat hujan deras. Ini secara tak langsung membentuk karakter dia. Eh belakangan saya tahu, siswi ini malah lulus seleksi dengan nilai terbaik," katanya.
Urusan karakter memang jadi persoalan dunia pendidikan Indonesia. Sekolah dinilai gagal membentuk karakter dengan meningkatnya angka kriminalitas dan tawuran di sejumlah kota. Maka, di SMK Perikanan dan Kelautan Puger, sanksi keras ditegaskan. Siswa yang terlibat pencurian dan tawuran dikeluarkan tanpa ampun.
Reputasi dan tradisi SMK Perikanan dan Kelautan bekerjasama dengan Jepang sedikit banyak memotivasi siswa untuk tidak berbuat nyeleneh. Sebagian siswa terang-terangan mengaku memilih bersekolah di sana karena adanya kemungkinan bekerja di Jepang. Jika gagal bekerja di Jepang, mereka masih bisa diterima di perusahaan dalam negeri yang bergerak di sektor kelautan yang memang membutuhkan tenaga terampil.
Yuliawati, salah satu siswi asal Kecamatan Tempurejo, mengaku sempat tidak mendapat izin dari orang tua untuk bersekolah di sana. "Tapi saya ingin sukses seperti saudara saya yang pernah magang di Jepang. Saya ingin membantu orang tua," katanya.
SMK Perikanan dan Kelautan Puger ingin mempertahankan tradisi itu. Namun, sebagai lembaga swasta, mereka menghadapi hambatan infrastruktur pembelajaran "Kami belum punya ruang perpustakaan. Kami saat ini meminta kapal tangkap untuk praktek senilai Rp 1,5 miliar ke Kementerian Kelautan," kata Kuntjoro.
Pemerintah sudah mulai memperhatikan perkembangan sekolah kejuruan yang menjawab kebutuhan pasar tenaga kerja. Di Puger, perhatian itu sangat dibutuhkan agar tradisi berlanjut.
Sumber: www.beritajatim.com
Sejak sekolah ini berdiri pada 2001, rata-rata sedikitnya tiga sampai lima orang pelajar diterima bekerja di Jepang. Tes dilakukan sebelum para pelajar kelas tiga ini lulus sekolah, dan setelah lulus mereka langsung dikontrak maganng selama tiga tahun. Pelajar laki-laki bekerja sebagai anak buah kapal penangkap ikan dengan nilai kontrak Rp 264 juta dan pelajar perempuan bekerja di perusahaan perikanan dengan nilai kontrak Rp 290 juta.
Perusahaan-perusahaan sektor perikanan dan kelautan di Jepang setiap tahun selalu mencari lulusan SMK di Indonesia. Mereka mengirimkan agen pencari kerja ke sekolah-sekolah menengah kejuruan khusus sektor tersebut. Jika mengacu anggota Forum Kerjasama SMK Perikanan dan Kelautan Indonesia, ada 72 sekolah kejuruan di seluruh negeri ini, lima di antaranya di Jawa Timur: Jember, Malang, Banyuwangi, Probolinggo, dan Trenggalek.
Kepala SMK Perikanan dan Kelautan Jember, Kuntjoro Dhiya'uddin, mengatakan, perekrut asal Jepang hanya mencari lulusan SMK Perikanan dan Kelautan. "Itu pun kompetensinya diperhatikan betul. Kalau memang di satu sekolah tidak ada yang layak, ya tidak akan diterima," katanya.
Kuntjoro menolak siswa-siswa yang diterima di Jepang ini disebut tenaga kerja Indonesia (TKI) dalam artian umum. Para siswa ini tenaga terampil dengan keahlian khusus. "Sebelum ke Jepang, selama empat bulan mereka dilatih berbagai hal, termasuk pengenalan bahasa dan budaya. Dua bulan di Jepang, mereka masih dilatih lagi. Jadi praktis enam bulan mereka menjalani pelatihan," katanya.
Mengapa perusahaan Jepang setiap tahun mencari pekerja muda dari sekolah kejuruan di Indonesia? Saya tidak berhasil mewawancarai Nobuhiro Machida, asisten manajer Tee Key Corps yang datang ke Jember untuk menyeleksi. Ia tidak mau diganggu saat sedang menyeleksi. Namun, ada nilai-nilai positif yang bisa diambil dan dipelajari dalam rekrutmen tersebut.
Pertama, ada pembelajaran alih teknologi yang diserap para alumnus SMK yang bekerja di Jepang. Alih teknologi ini penting, mengingat selama ini sektor kelautan kurang tersentuh kebijakan pemerintah. Sebagian besar pengelolaan laut yang dilakukan nelayan masih dilakukan secara tradisional, dan minim sekali intervensi pemerintah untuk melakukan pengembangan. Dari sini, pengembangan diharapkan muncul dari mereka yang telah berguru ke negeri orang.
Kedua, penghargaan Jepang terhadap kapasitas dan kompetensi angkatan kerja Indonesia di sektor kelautan dan perikanan cukup tinggi. Imam Suyono, Wakil Kepala SMK Perikanan dan Kelautan Puger, mengatakan, Jepang bisa saja mengambil tenaga kerja dari negara lain yang bisa dibayar lebih murah. Namun, perusahaan Jepang memilih datang ke Indonesia setiap tahun, dan ini pertanda bagus.
Ketiga, sistem rekrutmen mengutamakan karakter pekerja daripada keilmuan semata. Seleksi yang digelar Machida di SMK Perikanan dan Kelautan Puger tidak serumit tes masuk perguruan tinggi negeri. Sebagian besar adalah seleksi fisik, seperti mengangkat barbel, kemampuan membedakan warna, tes matematika sederhana, dan wawancara untuk mengetahui minat siswa.
Penekanan terhadap karakter dilihat dari kemauan siswa untuk bekerja keras. "Beberapa tahun lalu, saya pernah ditanyai oleh penyeleksi dari Jepang tentang seorang siswi yang suka bersuara dengan nada keras dan terkesan membentak," kata Imam.
Imam merasa si siswi bakal tak lulus. Ia lalu bercerita mengapa sang siswi cenderung bersuara keras. "Dia setiap hari saat pulang sekolah membantu orang tuanya bikin genteng. Bahkan saat hujan deras. Ini secara tak langsung membentuk karakter dia. Eh belakangan saya tahu, siswi ini malah lulus seleksi dengan nilai terbaik," katanya.
Urusan karakter memang jadi persoalan dunia pendidikan Indonesia. Sekolah dinilai gagal membentuk karakter dengan meningkatnya angka kriminalitas dan tawuran di sejumlah kota. Maka, di SMK Perikanan dan Kelautan Puger, sanksi keras ditegaskan. Siswa yang terlibat pencurian dan tawuran dikeluarkan tanpa ampun.
Reputasi dan tradisi SMK Perikanan dan Kelautan bekerjasama dengan Jepang sedikit banyak memotivasi siswa untuk tidak berbuat nyeleneh. Sebagian siswa terang-terangan mengaku memilih bersekolah di sana karena adanya kemungkinan bekerja di Jepang. Jika gagal bekerja di Jepang, mereka masih bisa diterima di perusahaan dalam negeri yang bergerak di sektor kelautan yang memang membutuhkan tenaga terampil.
Yuliawati, salah satu siswi asal Kecamatan Tempurejo, mengaku sempat tidak mendapat izin dari orang tua untuk bersekolah di sana. "Tapi saya ingin sukses seperti saudara saya yang pernah magang di Jepang. Saya ingin membantu orang tua," katanya.
SMK Perikanan dan Kelautan Puger ingin mempertahankan tradisi itu. Namun, sebagai lembaga swasta, mereka menghadapi hambatan infrastruktur pembelajaran "Kami belum punya ruang perpustakaan. Kami saat ini meminta kapal tangkap untuk praktek senilai Rp 1,5 miliar ke Kementerian Kelautan," kata Kuntjoro.
Pemerintah sudah mulai memperhatikan perkembangan sekolah kejuruan yang menjawab kebutuhan pasar tenaga kerja. Di Puger, perhatian itu sangat dibutuhkan agar tradisi berlanjut.
Sumber: www.beritajatim.com
Komentar
Posting Komentar